Selasa, 08 Mei 2012

Resume Pencemaran Limbah Pertambangan Nikel


Resume Pencemaran Limbah Pertambangan Nikel
Industri pertambangan merupakan suatu industri yang secara finansial memang sangat menguntungkan suatu bangsa karena memiliki daya jual yang amat tinggi di pasaran global. Namun tidak selamanya industri tersebut memiliki hal-hal yang baik, ada kalanya industri tersebut juga menimbulkan dampak yang buruk seperti pada kasus lingkungan. Seperti yang kita ketahui, lokasi bahan tambang umumnya berada di lapisan bumi bawah (bawah tanah) sehingga diperlukan pengeboran untuk mengeksploitasi barang tambang tersebut. Dalam hal ini maka timbullah dua jenis pertambangan yakni :
1)      Tambang terbuka (dengan cara menggali tanah permukaan untuk mencapai lokasi bahan galian tambang, dengan kedalaman maksimal 800 meter)
2)      Tambang tertutup atau tambang bawah tanah (dengan membuat terowongan dari permukaan tanah menuju lokasi bahan tambang di bawah tanah)
Dan yang paling sering menimbulkan kerugian bagi lingkungan ialah jenis pertambangan yang terbuka. Karena setelah bahan tambang yang ingin diambil habis, maka para pelaku industri pertambangan sangat sering meninggalkan lokasi tambang terbengkalai. Tindakan pemerintah memang bisa dianggap cukup memihak lingkungan dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah bagi para pelaku industri pertambangan agar setelah bahan tambang habis di suatu daerah pertambangan, maka daerah tersebut harus direklamasi. Namun walaupun telah dilakukan reklamasi, lahan tersebut tetap saja tidak bisa ditanami oleh tetumbuhan lain karena sumberdaya tanah tersebut juga sudah tidak ada lagi, alias lahan tersebut juga akan semakin gundul.
Industri pertambangan merupakan industri yang tidak berkelanjutan karena tergantung pada sumberdaya yang tidak terbarukan. Pengelolaan lingkungan hidup dalam operasi pertambangan seharusnya meliputi keseluruhan fase kegiatan pertambangan tersebut, mulai dari fase eksplorasi, fase produksi, hingga pasca penutupan tambang. Belajar dari catatan operasi penutupan pertambangan yang dilakukan oleh PT Barisan Tropical Mining (milik Laverton Gold Australia) di Sumsel, PT Indo Moro Kencana (milik Aurora Gold Australia), PT Newmont Minahasa Raya (milik Newmont Amerika Serikat), PT Kelian Equatorial Mining (milik Rio Tinto Inggris-Australia).
Fenomena yang terjadi pada industri pertambangan di Indonesia, justru perusahaan tambang tersebut memiliki kekebalan untuk tidak mentaati aturan-aturan lingkungan hidup dan dapat dengan bebas melakukan pencemaran tanpa takut mendapatkan sanksi. Perilaku lainnya adalah praktik pembuangan limbah pertambangan dengan cara-cara primitif, membuang langsung limbah tailing ke sungai, danau, dan laut.
Industri pertambangan pada pasca operasi akan meninggalkan banyak warisan yang memiliki potensi bahaya dalam jangka panjang, antara lain :
1)      Lubang Tambang.
Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa di bekas areal pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali tidak terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut. Di pulau Bangka dan Belitung banyak di jumpai lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya.
2)      Air Asam Tambang.
Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai contoh, pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya.
3)      Tailing.
Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar. Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh mahluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Celakanya, tidak ada aturan di Indonesia yang mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan proses penutupan tambang secara benar dan bertanggungjawab. Kontrak karya pertambangan hanya mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan reklamasi, dalam pikiran banyak pelaku industri ini adalah penghijauan atau penanaman pohon semata.
Limbah udara merupakan salah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh industri pertambangan. Limbah udara dari pertambangn nikel tersebut dihasilkan sebagai emisi atmosferik dari industri tersebut. Jenis komponen yang termasuk ke dalam emisi tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
• Debu/partikulat
• Gas yang diproduksi oleh proses pembakaran, seperti CO, CO2, NOx, SO2
• Coolants, seperti CFCs, yang berasal dari air-conditioners
Dari sejumlah komponen tersebut, emisi debu/partikulat memiliki porsi terbesar dalam kandungan limbah udara kegiatan pertambangan. Debu, pada khususnya, memiliki ukuran partikel 1-10000 mikrometer. Debu tersebut dihasilkan dari aktivitas mekanik pertambangan, seperti pemecahan atau penggerusan batuan, peledakan area tambang, maupun penanganan massa hasil pertambangan. Pada umumnya, sumber utama dari limbah udara tersebut adalah akses pertambangan yang tak diaspal, aktivitas penggalian, pembuangan, operasi sabuk conveyer, serta pembukaan lahan pertambangan.
Adapun penanganan debu tersebut dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap awal dan akhir, berdasarkan besar partikel debu yang dipisahkan.
Tahap awal dikhususkan menangani partikel debu yang berukuran cukup besar berskala milimeter. Alat yang sering digunakan untuk menangani debu pada tahap awal adalah settling chamber (ruang pengendapan) dan siklon, yang dijelaskan sebagai berikut.
a) Settling chamber
Alat ini merupakan teknologi penanganan debu yang telah diterapkan sejak lama. Prinsip dari alat ini adalah pengendapan berdasarkan gaya gravitasi. Alat ini terdiri dari sebuah chamber (kamar/ruang) besar yang terintegrasi dalam aliran pipa gas pertambangan yang mengandung partikel debu yang akan dipisahkan. Keberadaan ruang tersebut akan m
Gambar Settling Chamberengurangi kecepatan gas yang melewatinya sehingga partikel debu yang cukup besar akan terendapkan di dasar chamber tersebut. Partikel debu yang dapat dipisahkan oleh alat ini berukuran lebih besar dari 60 mm. Alat inipun kemudian difungsikan sebagai pembersih awal (preliminary cleaners) gas dari sistem penanganan debu yang ada. Alat ini dapat dipasang sejumlah tray pada tiap sisi chamber untuk mempersingkat waktu pengendapan partikel debu yang akan dipisahkan sehingga efisiensi pemisahan dan pengumpulan debu menjadi lebih besar. Settling chamber ini memiliki biaya instalasi dan operasi yang murah, namun juga memiliki efisiensi pengumpulan debu overall yang cukup rendah. b) b) Cyclone (siklon)
Skema Operasi Siklon
Skema Operasi Siklon
Alat ini menggunakan gaya sentrifugal sebagai driving force pemisahan debu dari gas yang akan dihasilkan kegiatan pertambangan. Alat ini memiliki biaya instalasi dan operasi yang rendah, serta memiliki dimensi yang relatif kecil untuk mendukung efisiensinya. Keuntungan tersebut membuat siklon banyak digunakan industri pertambangan untuk mengumpulkan partikel debu yang akan menimbulkan pencemaran udara. Siklon yang berdiameter kecil akan memberikan gaya sentrifugal sampai 2500 kali dibandingkan dengan gaya gravitasi pada settling chamber. Efisiensi siklon dapat ditingkatkan dengan pengurangan diameter, penambahan panjang siklon, dan penambahan rasio siklon terhadap diameter keluaran gas. Contoh industri yang menggunakan siklon ini adalah Ampol Lytton, industri petroleum refinery di Brisbane, Queensland, dan Alcoa.

Penyebab Masalah Lingkungan Hidup


TRANSPORTASI
Pada masa sekarang ini, pencemaran udara di Indonesia 70%nya diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor, karena kendaraan bermotor memiliki zat-zat yang berbahaya bagi udara disekitar kita, antara lain adalah timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox). Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang utama di daerah perkotaan. Emisi yang paling signifikan dari kendaraan bermotor ke atmosfer berdasarkan massa adalah gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang berlangsung sempurna. Pembakaran yang sempurna dapat dicapai dengan tersedianya suplai udara yang berlebih. Namun demikian, kondisi pembakaran yang sempurna dalam mesin kendaraan jarang terjadi.
Sebagian kecil dari bahan bakar dioksidasi menjadi karbon monoksida (CO). Sebagian hidrokarbon (HC) juga diemisikan dalam bentuk uap dan partikel karbon dari butiranbutiran sisa pembakaran bahan bakar. Hampir semua bahan bakar mengandung zat-zat ‘kotoran’ dengan kemungkinan pengecualian bahan bakar sel (hidrogen) dan hidrokarbon ringan seperti metana. Diantara zat-zat kotoran tersebut adalah sulfur yang dioksidasi menjadi sulfur dioksida (SO2) pada proses pembakaran, dan kadang menjadi sulfat yang dapat membantu proses nukleisasi partikel (pembentukan partikel) dalam gas buang. Zat-zat kotoran lainnya seperti vanadium dalam oli tidak dapat terbakar, atau mengandung produk pembakaran yang memiliki tekanan uap yang rendah sehingga mendorong pembentukan partikel lebih jauh. Senyawa-senyawa timbel organik (dalam bensin bertimbel) juga membentuk partikel dalam gas buang. Pada akhirnya, pada temperatur pembakaran yang tinggi, gas nitrogen (N2) di dalam atmosfer dan senyawa nitrogen yang dikandung dalam bahan bakar dioksidasi menjadi oksida nitrit (NO) dan nitrogen-dioksida (NO2).

PERTUMBUHAN PENDUDUK
Negara-negara berkembang tengah mengalami masalah yaitu bertambahnya jumlah populasi. Pertumbuhan penduduk yang besar kurang bisa diatasi dengan fasilitas yang memadai. Seperti ada kesenjangan antara pertumbuhan penduduk dengan kemampuan untuk menyediakan fasilitas seperti perumahan pelayanan kesehatan, pendidikan, pangan dan sebagainya. Bukan perkara yang mudah untuk mempersiapkan segala sesuatu akibat melonjaknya pertumbuhan penduduk. Jika suatu instansi tidak bisa mempersiapakan berbagai macam fasilitas dengn melonjaknya pertumbuhan penduduk maka yang terjadi yaitu survival fot the fittest atau dalam bahasa Indonesia yang berarti yaitu yang kuat dialah yang menang, hal tersebut seperti hokum rimba dimana penghuni suatu rimba yang bertarung untuk mempertahankan hidup dengan sumberdaya yang tidak bertambah. Jika bertambahnya penduduk tidak diatasi dengn bertambahnya fasilitas untuk umum maka yang terjai adalah sebuah peperangan untuk mendapatkan sumberdaya. Dengan bertambahnya populasi menyebabkan pemakaian sumberdaya yang semakin meningkat. Bisa di ibaratkan seperti jika satu piring nasi dimakan oleh satu orang maka akan cepat kenyang. Dan jika satu buah piring nasi di makan oleh dua orang maka kekenyangannya akan semakin berkurang. Dan begitu jika satu bauh piring nasi jika untuk tiga, empat, lima dan seterusnya maka kekenyangan yang dirasakan akan semakin berkurang. Sumberdaya yang terbatas tidak dapat menampung dari semua keinginan yang terus bertambah. Untuk contoh yang konkrit Saya mengambil dari perambaan hutan yang semakin hari semakin meningkat. Di pulau Kalimantan kasus perambaan hutan sudah parah. Karena untuk alasan tempat tinggal hutan yang jumlahnya tidak pernah bertambah kini harus menjadi korban dari sifat tamak manusia untuk dijadikan sebagai tempat tinggal maupun untuk berkebun. Dengan meningkatnya kerusakan hutan di Indonesia yang setiap detiknya mencapai satu buah lapangan sepakbola menjadi ancaman untuk kelestarian alam. Padahal fungsi hutan yang begitu banyak tidak bisa digantikan oleh yang lain.
INDUSTRIALISASI
 Industrialisasi dalam sebuah Negara yang sedang membangun seperti sebuah kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Banyak Negara percaya bahwa dengan industrialisasi mereka mampu untuk mengangkat harkat dan martabat dari Negara lain yang telah lebih dulu memilih industrialisasi sebagai model pembangunannya. Memang tidak salah pada saat suatu Negara ingin menyejahterahkan rakyatnya segala macam cara ditempuh agar rakyatnya menjadi sentosa dan bahagia. Namun mereka juga harus menyadari bahwa industrialisasi tidak selalu membawa manfaat kepada seluruh warga suatu Negara. Ada hal-hal dimana suatu industri bisa dikategorikan membahayakan. Industri tersebut adalah industri yang banyak menghasilkan limbah berbahaya baik itu yang lewat air, tanah maupun udara. Manusia memiliki sifat untuk menyempurnakan penemuan yang terdahulu. Seperti para ahli yang selalu mengadakan penelitian untuk menyempurnakan apa yang telah ada agar lebih bermanfaat dan mampu untuk meminimalisir dari dampak negative dari sebuah teknologi. Jika kita berfikir bahww teknologi itu tidak netral kadang bisa bersifat positif dan kadang juga bisa berdampak negative bagi umat manusia. Namun begitu teknologi selalu memunculkan sikap negatifnya dimana penggunaan barang berteknologi tinggi selalu akan memunculkan sifat negatifnya. Jika kita melihat ke berbagai industri maka akan bisa kita pandangi bahwa yang paling nyata adalah produksi asap yang banyak mengandung co2 dan belum lagi bahan-bahan lain baik itu yang berupa cair maupun padat dan hal itu akan ada selama industri masih berjalan.